Buah Jatuh takkan Jauh dari Pohonnya

Like Father Like Son, atau walau tak lazim mungkin dalam sisi satunya lagi, Like Mother Like Daughter. Suka Papa juga suka anak laki-lakinya, atau ngecengin Mama dan Putrinya sekaligus? Tentu saja bukan, kalau ini mah namanya kemaruk, lagipula dalam norma yang berlaku dikebanyakan masyarakat hal ini adalah suatu perbuatan yang tidak dibenarkan. Terus apa yang dimaksud? Tentu saja ini hanyalah sebuah pertanyaan retorika, karena bisa dibilang hampir semua orang mengetahui bahwa ini adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris, yang artinya kurang lebih sama dengan peribahasa kita, Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya.

Karena kita punya peribahasa tersendiri dalam bahasa Indonesia kita, maka kali ini kita singkirkan saja istilah Like Father Like Son tersebut, dengan bangga cukup kita pakai peribahasa “Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”.

Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya.
Sebuah peribahasa yang cukup…. cukup… bagi saya ini sebuah peribahasa yang cukup… cukup menakutkan.

Bagaimana tidak, kalau kita pahami secara sederhana, itu kan artinya Bapaknya kayak apa, anaknya bakal kayak gitu juga. Dan kalau saat ini diri ini bertanya pada diri ini sendiri tentang seperti apa sebenarnya diri ini, tak ada satupun yang bisa dibangga-banggakan. Saya kaya, sehingga nanti anak saya juga kaya? Jauh, makan sehari-hari aja masih telor dan tempe. Saya ganteng, sehingga sang anak nantinya jika laki-laki juga ganteng seperti bapaknya? Belum sempat anda tertawa saya sudah menyerah dulu untuk urusan yang satu ini. Pintar? Kita juga lewatin saja untuk hal yang satu ini.

Terus bagaimana ini? Mmm, kalau yang secara fisik tidak ada yang bisa diandalkan, kita coba periksa yang berhubungan dengan non fisik. Kebaikan contohnya. Lagi-lagi bertanya pada diri sendiri, walah walah jari ditangan saja tak habis untuk mengurut daftar kebaikan saya.

Bertanya kepada orang lain? Memang yakin saya kalau cukup banyak juga orang yang akan bilang saya itu baik, nenek-nenek yang saya bantu menyeberang, seorang Ibu-Ibu yang dompetnya saya temukan tercecer dan saya kembalikan utuh tanpa mau menerima sedikitpun uang terima kasih, seorang teman yang menumpang tidur dan makan di saya selama tiga hari gara-gara lari dari rumahnya, dan masih cukup banyak memang. Tapi kalau bicara jujur, semua ini tidak bisa dimasukkan dalam hitungan.

Membantu nenek menyeberang? Saat itu saya dan seorang teman perempuan sedang asik menunggu angkot, namun tiba-tiba teman saya tersebut menghilang, dan saya lihat dia hendak membantu seorang nenek-nenek menyeberang. Sebagai laki-laki, tentu saja saya malu kalau hanya melihat.
Mengembalikan dompet tanpa pamrih? Kebetulan sang Ibu waktu itu berbelanja berdua dengan anak gadisnya yang lumayan cakep.
Memberi tumpangan tempat tinggal dan makan? Jika dihitung-hitung, sebenarnya itu belum seberapa dengan jumlah hari saya menumpang menginap di rumahnya.

Sungguh celaka, seperti apa nantinya buah saya? Haruskah buah itu dibuat jatuh jauh dari pohonnya? Atau pohonnya yang harus dirawat ulang?

Tapi urusanpun masih belum selesai ketika si buah jatuh, tidak sesederhana itu. Anggaplah si pohon memang berkualitas baik, tapi kalau buahnya jatuh kelewat jauh? Disengaja jatuh kelewat jauh, seperti yang diperagakan oleh sebuah keluarga yang saya temui di sebuah acara jamuan. Si Bapak dengan jasnya yang elegan, si Ibu dengan kebayanya yang anggun dan menutup aurat. Namun dengan begitu bangganya mereka memperkenalkan sang anak gadis yang memakai rok sejengkal dari lutut. Dengan pakaian yang saya bilang seadanya, si anak gadis menyanyi dan menari di panggung. Si Bapak dan si Ibu? Mereka ada di barisan depan sana, berdiri bertepuk tangan sambil sesekali bibir mereka terlihat ikut larut bernyanyi.

Sekarang anggaplah si pohon kualitasnya tidak begitu bisa dihandalkan. Salah satu pilihan adalah menjatuhkan buah jauh darinya ke tempat yang lebih subur. Berhasilkah? Harusnya, jika tidak melakukan hal yang sama seperti yang diperagakan oleh sekumpulan Ibu-Ibu yang sedang menunggui anaknya selesai mengaji di masjid. Entah di masjid-masjid yang lain, semoga tidak, tapi inilah yang terjadi di masjid dekat saya tinggal. Sang anak dengan cantik dan gagahnya didandani. Yang perempuan berpakaian dan kerudung yang begitu indahnya, sedangkan yang laki-laki dengan gagahnya mamakai peci. Di tas yang mereka sandang, Al Qur’an, buku-buku pelajaran agama dan beragam alat tulis tersedia lengkap. Sementara mereka belajar mengaji di dalam, para Ibu ini malah sibuk ngerumpi dan saling tertawa ngakak, atapun saling pamer diri.

Melayang pada kenangan lama, saya masih ingat apa yang dikatakan salah seorang guru saya waktu SD dulu; Sepetak sawah yang ditanami padi harus selalu disiangi karena rumput pasti akan selalu tumbuh mengganggu, namun jika yang ditanam rumput bisa dipastikan padi tak akan ikut tumbuh juga di sana.

Walah, ini ternyata jauh lebih menakutkan lagi.
Harus buru-buru memperbaiki diri ini sebelum buah saya beneran jatuh. Agar nantinya kalau suatu kondisi buruk harus terjadi, paling tidak saya punya buah seperti Harry Potter, yang walaun harus grow up bersama keluarga Dursley, tetap menjadi seorang buah yang hebat.

Dan sebagai back-up, tentu saja pohon yang satunya lagi harus yang benar-benar bagus, bukan? =)

Author: Beni Suryadi

Laki-laki, Islam, Minang, Indonesia. Seorang bapak, seorang suami yang berbahagia. Sesekali senang menulis tentang diri dan kehidupan.

5 thoughts on “Buah Jatuh takkan Jauh dari Pohonnya”

  1. hmm.. nyang ini baru blog yg bener bang..

    yup, selamat memperbaiki diri.
    karena, orang yang baik akan dapat jodoh yang baik pula..
    *ini menakutkan lagi?? hehe

  2. hallo salam kenal ye, gue lagi iseng baca2 tentang taraweh, eh nemu site ini en kebetulan gue jadi cengar cengir sendiri nih bacanya. Kayaknya ada bakat nulis artikel simpang siur tentang apa aje deh di majalah wanita. Pasti menarik deh. Kayak itu rubriknya si Carry Bradshaw dari sex and the city. Tentang buah jatuh dari pohon ahh enggak betul deh kayaknya. Buktinya gue cewek, tapi kok gue malah bawel kayak bokap gue bukan lemah lembut dan pendiem kayak mak gue.

    Gimana dong….. masih berlaku enggak pepatah diatas untuk gue?

Leave a reply to goeve Cancel reply